Apakah Amalan Seorang Muslimin Bisa Rusak Dikarenakan Riya?

Religi

Ilustrasi

Penulis:Bearita.com

Dari Mahmud bin Labid radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah ﷺ bersabda,

وعَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «إنَّ أخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأصْغَرُ: الرِّياءُ». أخْرَجَهُ أحْمَدُ بِسَنَدٍ حَسَنٍ.

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan menjangkiti kalian adalah syirik kecil: riyaʼ.”

H.R. Ahmad [23119] dengan sanad hasan.
————————————————————————
📖 Petikan Pelajaran dari Hadits

Riyaʼ artinya melakukan amalan dengan niatan ingin mendapatkan pujian orang. Orang yang riyaʼ artinya tidak ikhlas. Karena amalannya tidak murni untuk Allah. 

Riyaʼ ialah akhlak tercela. Selain itu, riyaʼ juga:

  • Membuat amalan yang dimasuki riyaʼ jadi sia-sia. Rasa lelah, waktu yang disisihkan, dan harta yang dikeluarkan; semuanya tidak ada artinya jika penggeraknya ialah berharap komentar positif manusia.
  • Salah satu sifat kaum munafik. [Ithaful Kiram, hlm. 150].

Jika kita paham berbahayanya sifat malas dan berat beramal, maka ancaman bahaya belumlah hilang bahkan sampai dikerjakannya amalan. Riyaʼ salah satu yang mengancam keselamatan kita. 

Bahkan ancaman riyaʼ sangat besar. Itulah kenapa Rasulullah ﷺ paling khawatir jika riyaʼ terjadi pada orang-orang shalih. 

Imam Ibnu Baaz rahimahullah berkata, “Karena setan mendatangi orang yang shalih atau orang yang sedang beribadah, ia menggoda dan membuatnya ingin memamerkan amalannya kepada manusia. Maka harus betul-betul hati-hati.” (Syarah Kitab al-Jamiʼ, hlm. 109)

Al-‘Allamah al-Fauzan berkata, “Jarang ada yang bisa selamat dari riyaʼ, hanya orang yang Allah selamatkan. Seorang muslim harus takut dari terjangkiti riyaʼ; tidak boleh merasa bahwa dirinya bersih.

Hendaknya berusaha agar hanya dirinya yang mengetahui amalannya. Ia berusaha agar selalu ikhlas (hanya berharap dari Allah) di tiap amalannya yang terlihat manusia ataupun tersembunyi. 

Saat rasa senang pujian muncul di hatinya sewaktu beramal, atau riyaʼ hadir, maka ia wajib mengusir dan membuangnya. Jika hal ini ditempuh, maka rasa tersebut tidak membahayakan. 

Tetapi jika rasa ingin dipuji tersebut tetap menyertai amalannya, maka amalan itu menjadi tidak bernilai. Jadi, masalah ini sangat rentan. Karena kaitannya dengan perasaan di dalam hati. Pada dasarnya manusia menyukai pujian dan sanjungan, tetapi jika rasa tersebut ada saat beramal dan beribadah, maka menjadi riyaʼ.” (Ithaful Kiram, hlm. 151)

‎✍ Hari Ahadi (NasehatEtam)

Terkait
Sumber Referensi Cerdas | Beragam Informasi Unik dan Berani
Copyright ©2024 bearita.com All Rights Reserved