Kendalikan Amarah adalah Kunci Menjadi Muslim yang Kuat

Religi

Ilustrasi

Penulis:Bearita.com

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, 

وعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إنَّما الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. 

“Orang yang kuat bukan yang mampu membanting musuhnya. Tetapi orang yang kuat adalah yang sanggup mengendalikan dirinya di saat marah.”

Muttafaqun ‘alaihi [H.R. Al-Bukhari (6114) dan Muslim (2609)].
————————————————————————
📖 Petikan Pelajaran dari Hadits

• Amarah memang bisa muncul dari siapa saja. Tetapi ketika amarah sedang menyala, yang harus dilakukan ialah berusaha menguasai diri agar tidak disetir oleh amarah. 

Karena jika amarah dibiarkan menguasai diri, bisa terjadi banyak kerusakan yang lebih parah daripada sesuatu yang membuatnya marah pertama kali. Dari kemarahan seseorang bisa nekad membunuh, menyakiti orang lain, mencela dan menghina, dan ragam dosa lainnya! 

Syaikh Ibnu Baaz mengatakan, “Dampak buruk kemarahan begitu besar. Harus betul-betul hati-hati dari amarah. Amarah termasuk akhlak buruk; yakni ketika seseorang mudah marah dan meledak-ledak, ini termasuk akhlak yang buruk. Harus dihindari dan diantisipasi.” (Syarah Kitab al-Jamiʼ, hlm. 104)

Marah ada dua:

  1. Marah karena Allah; dalam arti marah karena larangan Allah dilanggar.
  2. Marah karena keinginan membalas perilaku kurang menyenangkan manusia kepada dirinya. Dibolehkan membalas dengan yang sebanding, namun, Allah mendorong agar para hamba menahan amarahnya dan memaafkan. [Ithaful Kiram, hlm. 142].

Jika mampu menahan sikap dan ucapan dari melampiaskan kemarahannya, maka orang seperti inilah yang layak disebut orang yang kuat sesungguhnya. Seperti kata Rasulullah ﷺ dalam hadits di atas. 

Menahan amarah juga berarti memadamkan kemarahan tersebut. Bukan sekedar tidak dilampiaskan tapi akhirnya berubah bentuk menjadi dendam! Tidak. Jadi, sebenarnya kita perlu memikirkan sisi tertentu yang membuat kemarahan atau kekecewaan dapat hilang dari hati. [Minhah al-‘Allam, 10/200].

• Saat kemarahan muncul, kita perlu, bahkan sangat perlu untuk melakukan hal-hal yang bisa meredakan api amarah. 

Seperti:
- beristi‘adzah, mengucapkan (أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَيْطَانِ الرَّجِيمِ / aku berlindung kepada Allah dari gangguan setan yang terkutuk);
- berwudhu;
- duduk jika awalnya sedang berdiri;
- berusaha melakukan aktivitas lain untuk melupakan yang telah lalu;
- meninggalkan tempat tersebut, berjalan atau pergi ke tempat yang lain. [Syarah Kitab al-Jamiʼ li Ibni Baaz, hlm. 105].

Benar, kala api amarah sedang menyala-nyala, memang sangat sulit untuk mengendalikan diri. Tetapi ingatlah, itu masih lebih ringan daripada menanggung penyesalan karena sikap atau tindakan yang muncul karena amarah. 

‎✍ Hari Ahadi (NasehatEtam)

Terkait
Sumber Referensi Cerdas | Beragam Informasi Unik dan Berani
Copyright ©2024 bearita.com All Rights Reserved