Mengenal Kedudukan Rasul, Nabi dan Wali dalam Pandangan

Religi

Ilustrasi

Penulis:Bearita.com

Wali Allah artinya orang yang dekat dengan Allah. Allah menolong dan cinta kepada wali-Nya. [Lihat: Muʼjam Mushthalahat al-‘Ulum asy-Syar‘iyyah, 4/1799].

ٱللَّهُ وَلِىُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ يُخْرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِۖ 

“Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman).” (Q.S. Al-Baqarah: 257)

Orang yang menjadi rasul (utusan Allah) dan nabi sudah pasti orang yang dicintai oleh Allah. [Lihat: Al-Furqan baina Auliyaʼ ar-Rahman wa Auliyaʼ asy-Syaithan, hlm. 96].

Sebaliknya, 

لا يرسل من هو من أعدائه. 

“Allah jelas tidak menjadikan rasul-Nya dari kalangan orang-orang yang Dia benci.” terang Syaikh Shalih al-Fauzan [At-Taʼliq wa al-Bayan ‘ala Kitab al-Furqan, hlm. 306].

Syaikh Taqiyud-dien Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, 

وكل رسول نبي ولي. 

“Setiap rasul sudah pasti nabi dan wali.” (Al-Furqan, hlm. 96)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menerangkan, 

Rasul adalah yang tertinggi, di bawahnya adalah nabi, kemudian wali.

Rasul ialah orang yang mendapatkan wahyu dari Allah bersama perintah untuk menyebarkannya. 

Sedangkan nabi adalah orang yang diutus oleh Allah dengan ajaran syariat sebelumnya; seperti para nabi di kalangan Bani Israil yang diutus dengan pegangan kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, 

إِنَّآ أَنزَلْنَا ٱلتَّوْرَىٰةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌۚ يَحْكُمُ بِهَا ٱلنَّبِيُّونَ 

“Sungguh, Kami yang menurunkan Kitab Taurat; di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya. Yang dengan Kitab itu para nabi memberi putusan,” (Q.S. Al-Maʼidah: 44)

Para nabi setelah Nabi Musa menetapkan keputusan berdasarkan Taurat. 

Jadi rasul lebih utama daripada nabi; dan nabi lebih utama daripada wali. Masalah ini disepakati (para ulama).” (At-Taʼliq wa al-Bayan ‘ala Kitab al-Furqan, hlm. 305)

Jadi, sudah jelas keliru orang yang menganggap bahwa wali lebih di atas daripada nabi dan rasul. 

Imam Syafi'i rahimahullah berkata,

إن لم يكن الفقهاء أولياء الله في الآخرة، فما لله ولي

"Jika ulama bukan wali Allah di akhirat; maka tentunya Allah tidak memiliki wali lain." (Al-Faqih wa Al-Mutafaqqih, 138)

Allah ta‘ala berfirman,

اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ ﴿٦٢﴾ اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَۗ ﴿٦٣﴾

62. “Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.

63. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.” (Q.S. Yunus: 62-63)

▪️ Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menerangkan,

من عرف ما أمر الله وما نهى عَنهُ وعمل بذلك فَهُوَ الوَلِيّ لله وإن لم يقْرَأ القُرْآن كُله وإن لم يحسن أن يُفْتى النّاس ويَقْضِي بَينهم

“Siapa yang mengetahui perintah Allah dan mengamalkannya; memahami larangan-Nya lalu menjauhinya, maka ia Wali Allah. Walaupun ia tidak hafal Al-Qurʼan, serta tidak bisa memberi fatwa dan keputusan di antara manusia.”

📕 (Mukhthashar al-Fatawa al-Mishriyyah, hlm. 559)

‎✍ Hari Ahadi (NasehatEtam)

Terkait
Sumber Referensi Cerdas | Beragam Informasi Unik dan Berani
Copyright ©2024 bearita.com All Rights Reserved