Kapan Waktu yang Tepat Untuk Menjadi Idealis dan Untuk Menjadi Realistis?

Perwira tersebut menjadi idealis ketika berhadapan dengan masalah moral diri dan juga prajuritnya. Mulai dari cara memperlakukan bawahan, atasan, hingga rakyat sipil yg mereka harus lindungi. Nilai-nilai dasar seperti kejujuran, kerja keras dan kecendekiaan harus terbenam secara dalam di dalam sanubari perwira dan semua prajurit yang tinggal disana.

Perwira ini harus pintar menentukan tujuan. Apakah akan sekedar menjaga teritori, melebarkan wilayah ataupun bersiap menghadapi musuh yang siap menyerbu.

Jika ternyata kemudian hidup menentukan bahwa kita harus masuk ke dalam peperangan, pada saat itulah kita menjadi seorang realistis yang cenderung pragmatis. Semua hal yang kita lakukan cuma disertai dengan satu tujuan yaitu harus menang. Disaat tersebut semua persiapan yang dilakukan saat menjadi idealis menemukan aplikasinya di lapangan.

Mulai dari sebuah disiplin diri untuk tak terjebak dalam kesenangan yang bersifat temporer hingga didapatnya loyalitas semua prajurit dan rakyat, karena sang perwira menghormati harkat kemanusiaan mereka semua.

Saat peperangan terjadi, idealisme dalam bentuk kecendekiaan menemukan elannya saat sang perwira harus mulai menyusun strategi. Dan seperti cerita semua perang, semua strategi diizinkan sejauh masih menghormati idealisme nilai-nilai perang. Sehingga kemenangan tak harus didapatkan dengan cara yang terbusuk, seperti cerita para penipu yang diarak dengan baju tahanan di layar TV ruang keluarga kita.

Tapi di atas semuanya, entah saat duduk di kursi idealis ataupun realistis, kita harus bisa menghormati diri kita sendiri. Berdiri dengan sebuah karakter yang mengakar kuat di bawah kaki kita. Bukan cuma berdiri menjadi sekadar serakan sampah yang terombang-ambing ditiup angin kehidupan, yang sering tak jelas arahnya.

sumber: quora