Sejarah Kelam Perjuangan "Tragedi Mandor" di Kalimantan Barat

Sejarah

Monumen untuk memperingati tragedi Mandor

Penulis:Bearita.com

Tepat 78 tahun lalu hari ini, salah satu tragedi kemanusiaan terburuk di Indonesia terjadi. 28 Juni 1944, Jepang membantai ribuan orang Indonesia di Pontianak, Kalimantan Barat.

Yang melatarbelakangi pembantaian ini desas-desus yang terdengar oleh Jepang.

Dilansir dari buku Peristiwa Mandor Berdarah (2009), Polisi Rahasia Kaigun atau Tokkeitai mendengar adanya persekongkolan pemberontakan melawan Jepang.

Pada masa itu, kebencian rakyat Indonesia terhadap Jepang memang memuncak. Selama pendudukan Jepang, rakyat dipaksa bekerja, disiksa jika tak menurut, kelaparan, hingga tak punya pakaian.

Di saat yang sama, Jepang membutuhkan simpati rakyat untuk mendukung perangnya.

Maka Jepang mendirikan Nissinkai, organisasi politik untuk menyalurkan ide-ide politik, yang tentunya tidak mengancam Jepang.

Tokoh politik, pengusaha, dan cendekiawan yang tergabung di antaranya JE Pattiasina (Kepala Urusan Umum Kantor Syuutizityo), Notosoedjono (tokoh Parindra), dan Ng Nyiap Sun (Kepala Urusan orang Asing/Kakyo Toseikatyo).

Para tokoh pergerakan ini diam-diam juga memiliki gerakan bawah tanah yang disebut Gerakan Enam Sembilan. Ini karena anggotanya berjumlah 69. Tidak diketahui pasti siapa saja 69 orang itu.

Pada tahun 1943, pemberontakan terjadi, namun bukan di Kalimantan Barat melainkan Kalimantan Selatan.

Khawatir pemberontakan juga akan pecah di Kalimantan Barat, Jepang pun melakukan pencegahan.

Pada 23 Oktober 1943, Jepang menangkap para penguasa setempat, tokoh masyarakat, kaum terdidik dan terpelajar, dan menahannya di markas Tokkeitai.

Konferensi Nissinkai yang digelar pada 24 Mei 1944 bahkan berubah jadi penangkapan besar-besaran. Para tokoh Nissinkai diciduk, kerabat dan keluarga yang diduga terlibat juga dijemput.

Puncaknya pada 28 Juni 1944, sidang kilat dilaksanakan untuk mengadili mereka yang ditangkap.

Peristiwa ini dikenal dengan istilah "Penyungkupan". Mereka diciduk, tangan diikat ke belakang dan wajah ditutup.

Penangkapan dan pembantaian ini diyakini hanya tuduhan yang diada-adakan Jepang untuk meredam pergerakan.

Surat kabar Pemerintah Balatentara Jepang, Borneo Sinbun memberitakan pembantaian ini pada 1 Juli 1944.

Halaman pertama membuat berita utama "Komplotan Besar yang Mendurhaka untuk Melawan Dai Nippon Sudah Dibongkar Sampai ke Akar-akarnya."

Pembantaian terhadap rakyat Kalimantan Barat tak berhenti di situ. Dari 1941 hingga 1945, tercatat ribuan rakyat Kalimantan Barat dilenyapkan.

Yang paling menyedihkan, akibat pembantaian yang dilakukan Jepang, Kalimantan Barat kehilangan satu generasi terbaiknya.

Mereka adalah bangsawan, tokoh-tokoh politik, kaum terdidik dan terpelajar, dan hartawan dari lintas etnis dan agama.

Pinggiran Kota Mandor, sebuah wilayah kecil yang berjarak sekitar 88 kilometer dari Kota Pontianak, belakangan diketahui sebagai salah satu tempat korban dikubur massal.

Sejak tahun 1973, ziarah rutin digelar Pemda Kalimantan Barat ke Mandor. Di sana dibangun monumen. Tanggal 28 Juni pun diperingati sebagai Hari Berkabung Kalimantan Barat.

koranKoran Borneo Sinbun tertanggal 1 Sitigatu 2604 (1 Juli 1944) menyebutkan bahwa pada 28 Juni 1944, Raja (Panembahan dan Sultan) serta kaum intelektual telah dieksekusi oleh Jepang.

Terkait
Sumber Referensi Cerdas | Beragam Informasi Unik dan Berani
Copyright ©2024 bearita.com All Rights Reserved