Diskusi Banom NU Bjm: Jejak Khilafah di Nusantara adalah Propaganda

Daerah

Para narasumber (created: Arbani)

Penulis:Bearita.com

"Jejak 'Klaim' Khilafah di Nusantara dan di Banua" menjadi tajuk diskusi online yang telah diselenggarakan kolaborasi tiga Badan Otonom (Banom) Nahdlatul Ulama (NU) Banjarmasin.

Bearita.com, Banjarmasin -"Jejak 'Klaim' Khilafah di Nusantara dan di Banua" menjadi tajuk diskusi online yang telah diselenggarakan kolaborasi tiga Badan Otonom (Banom) Nahdlatul Ulama (NU) Banjarmasin sebagai bentuk respon penayangan film "Jejak Khilafah di Nusantara" yang menuai polemik, Selasa (02/09) kemarin, di aplikasi Google Meet. 

Masing-masing Banom NU yang dimaksud adalah: Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Ansor (PC GP Ansor) Banjarmasin; Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Banjrmasin; dan Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PC IPNU) Banjarmasin. 

Kegiatan tersebut diisi oleh 4 narasumber, masing-masing: Favi Aditya Ikhsan, M.Med.kom (Tokoh Muda NU, Media Komunikasi IAIN Palangkaraya); Drs. Khumaidy, M.Ag (Akademisi UIN Antasari Banjarmasin, Sejarawan Islam); Drs. H. Izzuddin, M.Ag (MUI Kalsel); dan H. Muslim (Kemenag Kalsel). Sedangkan peserta yang berpartisipasi dalam diskusi tersebut berjumlah kurang lebih 50 orang. 

Pada kegiatan tersebut, salah satu narasumber, Drs. Khumaidy, M.Ag, mengatakan, bahwa jika kerajaan Banjar mempunyai hubungan dengan Turki Utsmani, hanya sebatas diplomasi biasa, bukan merujuk pada perwakilan Turki Utsmani di Banjar. 

Narasumber Drs. Khumaidy, M.Ag

Lebih lanjut, Sejarawan Islam asli Banua ini menuturkan, bahwa Islam tidak punya konsep negara yang paten, Islam mengatur tentang konsep-konsep bernegara saja. 

Makanya, lanjutnya, di Islam konsep bernegara berbeda-beda dan itu adalah hasil ijma/ijtihad ulama.

Hal serupa juga diungkapkan pembicara lainnya, Favi Aditya Ikhsan, M.Med.kom. Fenurutnya, film "Jejak Khilafah di Nusantara" adalah upaya propaganda pro khilafah, walaupun ada bantahan dari mereka. 

Narasumber Favi Aditya Ikhsan

"Film tersebut merupakan wujud tampilan baru dari propoganda mereka yang dikemas dengan wajah yang berbeda," terang tokoh muda NU ini. 

Ketua PC PMII Banjarmasin, Faisal Latif, saat dihubungi sesusai diskusi menerangkan, bahwa kegiatan tersebut merupakan respon mereka terhadap pro-kontra penayangan film "Jejak Khilafah di Nusantara".

"Ini adalah respon kami generasi muda NU Banjarmasin, mencoba memberikan wadah untuk diskursus persoalan pro-kontra penayangan Film 'Jejak Khalifah di Nusantara'," ujarnya. 

Lebih lanjut, faisal membeberkan, bahkan beredar di media sosial bahwa Kesultanan Banjar juga diklaim bagian dari Khilafah Islamiyah di Turki. 

"Menurut kami ini bagian dari pembelokan sejarah yang berujung nantinya menjadi ancaman disintegrasi bangsa bahkan menggorogoti ideologi Pancasila," tegas alumnus Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat ini. 

Ia pun mengajak masyarakat, terutama kaum muda agar bersama-sama mengcounter setiap kampanye khilafah dan fokus membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19 yang menurutnya lebih urgen. 

Sementara itu, Sulaiman, Ketua PC GP Ansor Banjarmasin mengatakan, diskusi tersebut penting diadakan agar generasi mellenial paham dan mengerti tentang kebenaran sejarah masuknya khilafah di Indonesia, khususnya di Banua. Selain itu, supaya generasi muda Banua lebih paham apa itu khilafah. 

"Jangan sampai, hanya melihat dari luarnya saja, lihat simbolnya, lalu ikut-ikutan," terangnya. 

Hal hampir serupa juga diungkapkan Ketua IPNU Banjarmasin, Aris Sahri Salam. Ia mengungkapkan tujuan dari kegiatan tersebut untuk memelihara pemikiran asjawa (ahlussunah wal jamaah) dari doktrin lain. 

"Supaya masa depan terarah, dan mudahan seluruh pemuda di Indonesia terutama banua tidak terdoktrin ajaran ajaran yg menyimpang," harap Mahasiswa UIN Antasari ini. 

Seperti informasi yang beredar sebelumnya, film Jejak Khilafah di Nusantara ini pertama kali tanyang secara virtual pada (20/08/2020) dan mengalami pemblokiran tersebut memang menuai polemik. Hingga mendapat banyak tanggapan serius dari para pakar sejarah. Pakar Sejarah Modern Indonesia utamanya Jawa, Prof. Peter Carey dari Inggris, misalnya. Ia membantah film yang sempat mencatut namanya itu. 

"Tidak ada bukti dan dokumen-dokumen di Arsip Turki Utsmani yang menunjukkan bahwa 'negara' Islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak (1475-1558), utamanya raja pertamanya, Raden Patah (bertakhta, 1475-1518), memiliki kontak dengan Turki Utsmani," katanya dalam tulisan yang disampaikan oleh asistennya, Christopher Reinhart yang diterima detik.com, Jumat (21/08/2020).

Tanggapan lain juga datang dari Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Azyumardi Azra. Ia menegaskan bahwa tidak ada khilafah di Nusantara ini, yang ada adalah dinasti. 

"Mana ada jejak khilafah dengan Indonesia. Abbasiyah itu bukan khilafah, tapi dinasti, Ottoman juga dinasti. Ini terjadi manipulasi fakta dan diromantikkan saja." dalam keterangannya secara tertulis, Sabtu (22/08/2020), melalui indopolitika.com.

Terkait
Sumber Referensi Cerdas | Beragam Informasi Unik dan Berani
Copyright ©2024 bearita.com All Rights Reserved