“Akan tetapi, kandungan mikroplastik dalam sumber mata air lebih sedikit dibandingkan dalam AMDK. Artinya, keberadaan mikroplastik dalam AMDK galon sekali pakai dapat berasal dari degradasi plastik kemasan itu sendiri,” tuturnya.
Dia mengatakan meskipun temuan mikroplastik dalam sampel memang tidak melebihi batas aman yang diberikan oleh WHO, namun, bila dikonsumsi dalam jangka panjang bisa berpotensi berisiko tinggi bagi kesehatan manusia.
Karenanya, penelitian ini juga mengestimasi paparan harian mikroplastik AMDK galon sekali pakai pada tubuh manusia dengan cara memberikan kuesioner terhadap 38 responden di wilayah Jabodetabek yang mengkonsumsi galon sekali pakai yang sampelnya diuji.
Hasilnya, data konsentrasi mikroplastik per liter AMDK dan data konsumsi masyarakat per hari dapat dihitung. Di mana, paparan harian mikroplastik dari sampel galon sekali pakai ukuran 6 liter sebesar 9,450 mg/hari dan dari sampel galon sekali pakai 15 liter sebesar 0,378 mg/hari.
Karenanya, dia merekomendasikan agar produsen galon sekali pakai harus bertanggungjawab untuk memantau dampak penggunaan kemasan plastik terhadap kualitas air minum yang dipasarkan kepada masyarakat.
Selain itu, dia juga meminta agar produsen galon sekali pakai harus menunjukkan komitmen serius terhadap regulasi pengurangan sampah plastik nasional.
“Pemerintah juga perlu bersikap tegas dalam menerapkan sanksi terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan perusahaan dalam pencapaikan target pengurangan sampah plasti nasional,” ucapnya.
Sementara itu Dokter spesialis saraf, dr. Pukovisa Prawirohardjo, Sp.S, dalam acara yang sama menyampaikan belum ada satu penelitian pun yang menjelaskan dampak positif mikroplastik untuk kesehatan.
Yang ada itu, katanya, kekhawatiran terhadap dampak negatif dari mikroplastik. Karenanya, dia berharap diperlukan revisi kebijakan terkait batas aman dari mikroplastik ini bagi kesehatan manusia.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tubagus Haryo Karbyanto, menyarankan agar temuan ini disampaikan kepada pembuat kebijakan terkait, yaitu Kemenkes dan BPOM untuk memperketat batas aman dari kandungan mikroplastik dalam galon sekali pakai ini.
Bila mengacu pada data Badan Pusat Statistik tahun 2016, sekitar 31% masyarakat Indonesia menjadikan AMDK sebagai sumber konsumsi air minumnya, dan angka tersebut adalah yang tertinggi dibandingkan sumber air lainnya.
Tingkat ketergantungan yang tinggi ini berpeluang menimbulkan dampak berbahaya bagi kesehatan seperti kerusakan jaringan dan risiko kanker, bila produsen AMDK tidak memperhatikan kemasan produknya.
“Metode pengiriman alternatif harus menjadi pilihan utama bagi produsen. Karena, jelas plastik sekali pakai berpeluang mengancam kesehatan dan menambah beban lingkungan karena daya tampung Tempat Pemrosesan Akhir di banyak lokasi sudah melebihi ambang batas, serta masih sedikit produsen yang mempublikasikan Peta Jalan Pengurangan Sampah seperti yang telah diregulasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ujar Afifah Rahmi Andini dari Greenpeace Indonesia.